Januari 08, 2012

Debate me and Mr. L ..


Hey readers sekalian.. masih setia yaa bersama dengan saya Novita Sujarwati dengan topik yang tetap hangat, aktual, terpercaya, dan lebih real. Haha #infotaimentbanged
Readers, tadi saya baru aja abis bincang-bincang yaa lebih tepatnya abis chatingan sama anak lombok. Yaa namanya Mr. L (nama dsamarkan) karena berasal dari lombok, mataram so, saya panggil dengan Mr. L..
Awalnya sih kenalan, lama2 PDKT, eh setelah itu membahas Bidan Vs Dukun, hohoo. Saya kira dia orangnya sombong, kaku, and lengek. Habis, awal saya berkenalan orangnya high profile .. ternyata, stelah saya telusuri orangnya asik, ramah, dan punya teka-teki. ^^

Tadi saya berdebat cukup panjang dengannya about “Kesterilan Alat Medis antara Bidan dan Dukun”. Cukup menarik rasanya. Oke sya jelaskan :

Tenaga yang sejak dahulu kala sampai sekarang memegang peranan penting dalam pelayanan kebidanan yaitu dukun bayi atau nama lainnya dukun beranak, dukun bersalin, dukun peraji. Dalam lingkungan dukun bayi merupakan tenaga terpercaya dalam segala soal yang terkait dengan reproduksi wanita. Ia selalu membantu pada masa kehamilan, mendampingi wanita saat bersalin, sampai persalinan selesai dan mengurus ibu dan bayinya dalam masa nifas. Dukun bayi biasanya seorang wanita sudah berumur ± 40 tahun ke atas. Pekerjaan ini turun temurun dalam keluarga atau karena ia merasa mendapat panggilan tugas ini. Pengetahuan tentang fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena itu apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang professional. Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu atau bayinya seperti kecacatan bayi sampai pada kematian ibu dan anak.

Masih banyak masyarakat yang memilih persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan non- medis daripada tenaga kesehatan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : kemiskinan, kultur. Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan dukun beranak. Sementara, definisi mereka tentang mutu pelayanan berbeda dengan definisi standar medis. Kelemahan utama dari mutu pelayanan adalah tidak terpenuhinya standar minimal medis oleh para dukun beranak, seperti dengan praktek yang tidak steril (memotong tali pusat dengan sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru lahir dengan mulut). Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam penelitian ini menggambarkan apa yang terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui tanda bahaya dalam masa kehamilan dan persalinan serta rujukan yang terlambat dan kecacatan janin pun bisa terjadi dari kekurangtahuan dukun beranak akan tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenal.

Dalam usaha meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan anak maka tenaga kesehatan seperti bidan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan, selain itu dapat juga mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan dan segera minta pertolongan pada bidan. Dukun bayi yang ada harus ditingkatkan kemampuannya, tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun bayi dalam mengurangi angka morbiditas dan angka mortalitas ibu dan anak.

Pembaruan ..



Berkaca pada masalah, yang kemudian menjadi bahan bakar kehidupan manusia, banyak sekali kelompok pembaharu di masa sekarang. Oh yaa, masalah memang bahan bakar kehidupan. Proses penciptaan pemuas kebutuhan tercipta karena adanya kebutuhan itu sendiri. Makanan dibutuhkan karena ada rasa lapar. Tempat tinggal dibutuhkan karena spesifikasi tubuh manusia yang tidak tahan dengan ekstremitas bumi lagi. Timbulnya beragam masalah menyebabkan timbulnya beragam solusi. Pemecahan masalah pun mengalami seleksi alam yang dipatok dari efisiensi dan efektivitas. Manusia pun berpikir memecahkan masalah. Manusia pun mulai berapresiasi.

Kelompok pembaharu pun bermunculan dan mengambil titik fokus masing-masing untuk menjadi pembaharu dalam pemecahan masalah. Hal ini dapat dilihat dari timbulnya kelompok diskusi, para pengunjuk rasa hingga komunitas yang mengeksplorasi manusia maupun alam dengan cara yang berbeda untuk memecahkan masalah.

Lalu tidak ada yang salah dengan itu?? Salah atau benar merupakan pandangan subjektif, kecuali firman Allah, objektivitas yang digembar-gemborkan kalangan tertentu mungkin hanya subjektivitas kolektif yang menggumpal. Kuantitas yang justru akhirnya mengkonversi subjektivitas menjadi suatu objektivitas. Hal ini adalah wajar karena sebagai seorang Muslim pun saya percaya bahwa kebenaran mutlak hanyalah milik Allah swt. Manusia dikaruniai ilmu-Nya yang tidak terbatas dalam bentuk tetesan-tetesan pembaharuan setiap zamannya. Dapat dikatakan bahwa penemuan, teori, hukum yang terus diperbaharui merupakan pemberian kasih sayang-Nya yang bertahap pada manusia.

Haha, terlalu panjang saya bercuap. Sebenarnya, ada pandangan pribadi saya mengenai masalah dan kelompok pembaharu tersebut. Masalah yang ada, dan akan tetap terus ada, merupakan akumulasi majemuk dari berbagai kebutuhan bahkan sesuatu yang tidak diinginkan. Lalu, kelompok pembaharu yang muncul sebagai pemecah masalah pun beragam jenisnya.

Dengan mengibaratkan masalah sebagai bola besar dan kelompok pembaharu sebagai tuas, maka proses pemindahan bola besar tersebut adalah proses pemecahan masalah. Berpikir sedikit logis, tuas untuk menggerakkan bola besar tersebut sebaiknya adalah sebuah tuas tunggal yang memiliki kekuatan besar. Kelompok pembaharu dengan ego masing-masing maka perumpaan yang muncul adalah tuas-tuas kecil yang mendorong si bola besar dari berbagai sisi. Bola besar tidak akan bergerak, karena tuas-tuas tersebut jamak dan tidak memiliki titik tumpu. Dengan menghilangkan asas dominasi, kelompok pembaharu seharusnya bertindak kooperatif dan bergabung menjadi tuas tunggal dengan titik tumpu yang jelas sehingga bola besar tersebut dapat bergerak.

Kenapa bola besar itu digerakkan? Bukan dipecahkan saja? Emm, menurut saya, bola besar yang menjadi perumpamaan masalah itu dapat dikonversi menjadi energi. Dengan bertindak efektif dan efisien, masalah-masalah dapat diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat oleh kelompok pembaharu dalam proses pemecahan masalahnya. Ya, bolehlah kita bilang proses konversi masalah menjadi bermanfaat, hehe. Karena, proses pemecahan masalah, eh konversi masalah bukan hanya hak sekelumit manusia. Jenis pembaharuan pun seperti penemuan, penelitian, ilmu pengetahuan, eksplorasi diri bukan hanya milik manusia-manusia tertentu. Hal ini harus ditularkan agar estafet pembangunan tidak terputus di satu generasi. 

Memang sulit untuk memulai dan akan sulit lagi untuk mempertahankan. Membelakangkan ego dan apresiasi semata akan menumbuhkan semangat kekeluargaan yang bermanfaat. Prestasi hendaklah tidak diukur dari apresiasi semata karena apresiasi pasti akan membuntuti prestasi, meskipun yang anonim, dalam waktu yang berbeda saja. Demikian, olahan saya. Semoga bermanfaat..